Muslim pilgrims circle the Kaaba as part of the Tawaf ritual of the Hajj. Many of them try, if possible, to stop and kiss the Black Stone, emulating the kiss that Islamic tradition records that it received from the Prophet Muhammad.[4] If they cannot reach it, they point to it on each of their seven circuits around the Kaaba.[5]
History and tradition

The Black Stone, in Muslim belief, has its origins since the time of Adam. According to the Hadith, "it descended from Paradise whiter than milk, but the sins of the sons of Adam made it black".[9] According to belief, an angel spoke to the great prophet Abraham, and told him to institute the rite of the stone in the Pilgrimage at Mecca.[10]
The Black Stone was revered well before the preaching of Islam by Muhammad. By the time of Muhammad, it was already associated with the Kaaba, a pre-Islamic shrine that was revered as a sacred sanctuary and a site of pilgrimage. In her book, Islam: A Short History, Karen Armstrong asserts that the Kaaba was dedicated to Hubal, a Nabatean deity, and contained 360 idols which either represented the days of the year, or were effigies of the Arabian pantheon. The Semitic cultures of the Middle East had a tradition of using unusual stones to mark places of worship, a phenomenon which is reflected in the Hebrew Bible as well as the Qur'an.[11] A "red stone" was for the deity of the south Arabian city of Ghaiman, and there was a "white stone" in the Ka'ba of al-Abalat (near the city of Tabala, south of Mecca). Worship at that time period was often associated with stone reverence, mountains, special rock formations, or distinctive trees.[12] The Kaaba marked the location where the sacred world intersected with the profane, and the embedded Black Stone was a further symbol of this as an object that linked heaven and earth.[13]
Islamic tradition holds that the Stone fell from Heaven to show Adam and Eve where to build an altar, which became the first temple on Earth. Muslims believe that the stone was originally pure and dazzling white, but has since turned black because of the sins of the people.[14] Adam's altar and the stone were said to have been lost during Noah's Flood and forgotten. Ibrahim was said to have later found the Black Stone at the original site of Adam's altar when the angel Jibrail revealed it to him.[11] Ibrahim ordered his son Ismael - who was an ancestor of Muhammad - to build a new temple, the Kaaba, in which to embed the Stone.
Muhammad is credited with setting the Black Stone in place in the wall of the Kaaba. A story found in Ibn Ishaq's Sirah Rasul Allah tells how the clans of Mecca renovated the Kaaba following a major fire which had partly destroyed the structure. The Black Stone had been temporarily removed to facilitate the rebuilding work. The clans could not agree on which one of them should have the honour of setting the Black Stone back in its place. They decided to wait for the next man to come through the gate and ask him to make the decision. That individual happened to be the 35-year-old Muhammad, five years before his prophethood. He asked the elders of the clans to bring him a cloth and put the Black Stone in its centre. Each of the clan leaders held the corners of the cloth and carried the Black Stone to the right spot. Then Muhammad himself set the stone in place, satisfying the honour of all of the clans.[15]
The Stone has suffered desecrations and significant damage over the centuries. It is said to have been struck and smashed to pieces by a stone fired from a catapult during the Umayyad siege of Mecca in 756. The fragments were rejoined by 'Abd Allah ibn Zubayr using a silver ligament.[15] In January 930 it was stolen by the Qarmatians, who carried the Black Stone away to their base in Hajar (modern Bahrain). According to Ottoman historian Qutb al-Din, writing in 1857, Qarmatian leader Abu Tahir al-Qarmati set the Black Stone up in his own mosque, the Masjid al-Dirar, with the intention of redirecting the Hajj away from Mecca. However, this failed, and pilgrims continued to venerate the spot where the Black Stone had been.[16]
According to historian Al-Juwayni, the Stone was returned twenty-three years later, in 952. The Qarmatians held the Black Stone for ransom, and forced the Abbasids to pay a huge sum for its return. It was wrapped in a sack and thrown into the Friday Mosque of Kufa, accompanied by a note saying "By command we took it, and by command we have brought it back." Its abduction and removal caused further damage, breaking the stone into seven pieces.[11][17][18] Its abductor, Abu Tahir, is said to have met a terrible fate; according to Qutb al-Din, "the filthy Abu Tahir was afflicted with a gangrenous sore, his flesh was eaten away by worms, and he died a most terrible death."[16]
The Stone has been subjected to other indignities during its history. In the 11th century, a man allegedly sent by the Fatimid Caliph Al-Hakim bi-Amr Allah attempted to smash the Black Stone, but was killed on the spot, having caused only slight damage.[16] In 1674, according to Johann Ludwig Burckhardt, someone smeared the Black Stone with excrement so that "every one who kissed it retired with a sullied beard". The Shi'ite Persians were suspected of being responsible and were the target of curses from other Muslims for centuries afterwards, though explorer Sir Richard Francis Burton doubted that they were the culprits; he attributed the act to "some Jew or Greek, who risked his life to gratify a furious bigotry."[19]
Awal Mula Hajar Aswad
Ibrahim as diperintahkan Allah swt membangun kembali Ka’bah. Ia memenuhi perintah itu dibantu putranya, Isma’il as. Saat hampir selesai mengerjakannya, Ibrahim as merasa ada yang kurang pada Ka’bah. Kemudian ia memerintahkan putranya, “Pergilah engkau mencari sebuah batu lagi yang akan aku letakkan di Ka’bah sebagai penanda bagi manusia.”
Isma’il as mematuhi perintah ayahnya. Ia pergi dari satu bukit ke bukit lain untuk mencari batu yang paling baik. Ketika sedang mencari, malaikat Jibril datang pada Ismâ’il as dan memberinya sebuah batu yang cantik. Dengan senang hati ia menerima batu itu dan segera membawa batu itu untuk diberikan pada ayahnya. Ibrahim as pun gembira dan mencium batu itu beberapa kali.
Kemudian Ibrahim as bertanya pada putranya, “Dari mana kamu peroleh batu ini?” Isma’il as menjawab, “Batu ini aku dapat dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu.” Ibrahim as mencium batu itu lagi dan diikuti juga oleh Ismâ’il as.
Begitulah, sampai saat ini banyak yang berharap bisa mencium batu yang dinamai Hajar Aswad itu. Umar bin Khathab pernah menyampaikan bahwa Rasulullah saw sendiri pernah menciumnya. Saat Umar bin Khaththab berada di hadapan Hajar Aswad dan menciumnya ia berkata, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Saw menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” [Hadits No. 228 Kitab Sahih Muslim].
Peletakan Kembali Hajar Aswad
Dalam perjalanan sejarah, batu ini telah mengalami banyak peristiwa. Batu ini pernah hilang dan pecah. Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Kerajaan Arab Saudi dalam situsnya memberikan detail sejarah peletakan kembali Hajar Aswad ini sebagai berikut:
1. Yang pertama kali meletakkan Hajar Aswad adalah Nabi Ibrahim as. dan batu itu adalah permata yang berasal dari Surga. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) )
2. Ketika Bani Bakar bin Abdi Manaf bin Kinanah bin Ghaisyan bin Khaza'ah mengusir keturunan Jurhum dari Mekah, Amr bin Harits bin Madhadh Al Jurhumi keluar membawa dua patung emas kepala rusa dan Hajar Aswad, kemudian dipendam di sumur Zamzam.
selanjutnya mereka berangkat menuju Yaman.
3. Pemendaman Hajar Aswad di dalam sumur Kakbah tidak bertahan lama karena seorang wanita dari Khaza`ah memberitahukan kepada kaumnya bahwa dia melihat orang Jurhum memendam Hajar Aswad di sumur Zamzam. Kemudian mereka meletakkan Hajar Aswad kembali ke tempatnya. Hal ini terjadi sebelum pembangunan oleh Qushay bin Kilab.
4. Setelah Mekah dikuasai oleh suku Qaramitah di bawah pimpinan Abu Tahir Al Qarmuthi, mereka membantai 1700 orang di Mesjidil haram, sebagian bergelantungan di Kakbah kemudian mereka memenuhi sumur Zamzam dengan mayat-mayat. Mereka merampas harta orang-orang dan perhiasan Kakbah, merobek-robek kiswah penutup Kakbah dan membagikannya kepada kawan-kawannya, merampok benda-benda berharga dalam Kakbah, melepas pintu Kakbah dan memerintahkan pula untuk mengambil talang emasnya. Pada tanggal 7 Zulhijah tahun 317 H. Abu Tahir Al Qarmuthi menduduki kota Mekah dan mencopot Hajar Aswad dari tempatnya secara paksa. Abu Tahir memerintahkan Jakfar bin Ilaj untuk mencopot Hajar Aswad dan membawanya pada tanggal 7 Zulhijah 317 H. Setelah dia melakukan kebiadaban dengan membunuh orang-orang yang sedang tawaf, iktikaf dan salat. Mereka membawa Hajar Aswad ke negerinya. Setelah itu tempat Hajar Aswad kosong. Orang-orang yang tawaf hanya meletakkan tangannya di tempatnya saja untuk mendapatkan berkahnya. Akhirnya Hajar Aswad dikembalikan ke tempatnya pada hari Selasa tanggal 10 Zulhijah tahun 339 H. setelah 22 tahun Kakbah kosong dari Hajar Aswad.
5. Pada tahun 363 H. datang seorang laki-laki dari Romawi. Saat ia mendekati Hajar Aswad, ia mengambil cangkul dan memukulkannya dengan kuat ke pojok tempat Hajar Aswad hingga berbekas. Ketika ia akan mengulangi perbuatannya, seorang Yaman datang dan menikamnya sampai roboh.
6. Pada tahun 413 H. Bani Fatimiyah mengirim sebagian pengikutnya dari Mesir di bawah pimpinan Hakim Al Abidi, di antaranya ada seorang laki-laki yang berkulit merah dan berambut pirang serta berbadan tinggi besar, sebelah tangannya menghunus pedang sedang, tangan sebelahnya memegang pahat, lalu dipukulkannya ke Hajar Aswad sebanyak tiga kali hingga pecah dan berjatuhan, sambil berkata, "Sampai kapan Batu hitam ini disembah, sekarang tidak ada Muhammad atau Ali yang dapat melarangku dari perbuatanku, kini aku ingin menghancurkan Kakbah." Kemudian pasukan berkumpul untuk membunuh dia dan berikut para pembantunya.
7. Pada tahun 990 H. datang seorang laki-laki asing (bukan orang Arab) membawa sejenis kampak dan dipukulkannya ke Hajar Aswad, Pangeran Nashir menikamnya dengan belati hingga mati.
8. Di akhir bulan Muharram tahun 1351 H. datang seorang laki-laki dari Afghanistan. Ia mencungkil pecahan Hajar Aswad dan mencuri potongan kain Kiswah serta sepotong perak pada tangga Kakbah. Penjaga masjid mengetahui perbuatan itu kemudian menangkapnya, diapun dihukum mati. Pada tanggal 28 Rabiul Akhir tahun 1351 H. datang Raja Abdul Aziz bin Abdur Rahman Al Faisal As Saud ke Mesjidharam dalam rangka perekatan pecahan Hajar Aswad akibat perbuatan tentara terkutuk tadi. Perekatan tersebut dilakukan setelah diadakan penelitian oleh para ahli untuk menentukan bahan khusus yang digunakan untuk merekat batu pecahan Hajar Aswad yaitu berupa bahan kimia yang dicampur dengan minyak misik dan ambar.
Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita, & Subhanallah Batu Hajar Aswad ini ternyata bisa mengambang di air.
Lingkaran Hajar Aswad
Awalnya, Hajar Aswad tidak dihiasi dengan lingkaran pita perak di sekelilingnya. Lingkaran itu dibuat pada masa-masa berikutnya. Menurut Abu al-Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraki (M. 203 H) seorang ahli sejarah kelahiran Mekah, Abdullah bin Zubair adalah orang pertama yang memasang lingkaran pita perak di sekeliling Hajar Aswad, setelah terjadi kebakaran pada Kaabah. Pemasangan pita perak itu dilakukan agar Hajar Aswad tetap utuh dan tidak mudah pecah. Pemasangan pita perak berikutnya dilakukan pada 189 H, ketika Sultan Harun ar-Rasyid, Khalifah Uthmaniah (memerintah tahun 786-809 M), melakukan umrah di Masjidil Haram. Ia memerintahkan Ibnu at-Tahnan, seorang pengukir perak terkenal ketika itu, untuk menyempurnakan lingkaran pita perak di sekeliling Hajar Aswad dan membuatnya lebih berkilat dan berkilau.
Usaha berikutnya dilakukan oleh Sultan Abdul Majid, Khalifah Uthmaniah (1225-1277 H/1839-1861 M). Pada tahun 1268 H, baginda menghadiahkan sebuah lingkaran emas untuk dililitkan pada Hajar Aswad, sebagai pengganti lingkaran pita perak yang telah hilang. Lingkaran emas itu kemudian diganti lagi dengan lingkaran perak oleh Raja Abdul Aziz, Khalifah Uthmaniah (1861-1876 M). Pada 1331 H, atas perintah Sultan Muhammad Rasyad (Muhammad V, memerintah pada tahun 1909-1918), lingkaran pita perak itu diganti dengan lingkaran pita perak yang baru. Untuk menjaga dan mengekalkan keutuhannya.
Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/36611/Sejarah_Hajar_Aswad
http://islamhadhari.net/?p=846
http://unik.bengkel-matematika.com/misteri-batu-hajar-aswad.html
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.